oleh : Symphati Dimas R
”Keuntungan
dunia baru kini, pemimpin industri
besar, katanya memiliki visi dan misi mulia, tapi kejam kepada ku, mereka
menjanjikan dunia dimana setiap orang menjadi kaya, pintar dan muda, namun
seandainya pun aku hidup untuk merasakannya, bagiku itu sudah terlambat”.
Globalisasi
saat ini sudah merupakan agama baru yang terus dipuja dan disembah oleh para
pengusaha atau kelas kapitalis. Globalisasi merupakan suatu tahapan dimana
seluruh tatanan dunia sudah seakan tidak memiliki batas kenegaraan yang mampu
menjaga kehidupan masyarakatnya karena sudah tertembus peluru pasar
global. Perdagangan bebas dan peralihan
dari masyarakat tradisionalah untuk memperbaharui peradaban merupakan rangkaian
dari perjalanan globalisasi dalam menjamah dunia saat ini.
Keberadaan
globalisasi tidak lagi hanya terfokus pada Negara-negara maju saja, namun monster ini sudah menjamah ke hampir seluruh permukaan bumi, terutama Negara-negara
miskin dan berkembang untuk dapat di eksploitasi baik sumber daya alam maupun
manusianya. Hal ini tentu saja dilakukan
atas nama globalisasi dan pembangunan yang katanya menuju kearah yang lebih
baik. Negara saat ini hanya menjadi tunggangan dan alat legitimasi dari
perusahaan multi nasional dan trans nasional untuk melakukan penanaman modal,
pembukaan pabrik, hingga penggunaan sumber daya alam di Negara lain.
Dunia
saat ini telah memasuki era penjajahan gaya baru. Penjajahan ini baru karena
pelakunya bukanlah Negara menindas Negara, namun yang terjadi saat ini adalah
adanya penindasan dan penjajahan yang dilakukan oleh perusahaan multi dan trans
nasional kepada Negara miskin dan berkembang. Penjajahan ini tentu masih memerlukan
bantuan dari Negara utama sebagai alat legitimasi gerakan penjajahan ini.
Penjajahan dilakukan hanya semata pada satu tujuan yaitu keuntungan. Karena
dalam Negara miskin dan berkembang masih cukup banyak kekayaan alam untuk
industry dasar dan yang terpenting disana tersedia tenaga kerja manusia (buruh)
yang relaitif lebih murah.
Dalam
film Rule of The World terlihat jelas
permasalahan yang dibuat oleh system kapitalisme dengan globalisasinya yang
mencengkram dunia saat ini. Kekuatan globalisasi menjadi hegemoni baru yang
masif. Negara-negara berkembang dan miskin di dunia adalah objek penderita dari
system ini. Negara-negara tersebut yang awalnya percaya dengan doktrin
globalisasi akan memakmurkan Negara. Namun kenyataanya jauh dari harapan
mereka. Ternyata kekuatan kapitalisme global hanya memanfaatkan kekayaan sumber
daya alam dan manusia. Yang terjadi adalah sebaliknya, yang miskin semakin
miskin dan yang kaya melayang meninggi. Pola ketimpangan kesejahteraan semakin
meninggi, kekayaan para borjuasi semakin besar dan di dunia lain diluar sana
banyak kelas pekerja yang hidup melarat. Hal ini dapat terlihat dari contoh
yang cukup menakjubkan di Negara Tanzania dan perusahaan Goldman Sachs,
terdapat kesamaan disana. Tanzania memiliki pendapatan nasional sebesar $2,2
miliyar dengan jumlah penduduk 25 juta orang sedangkan untuk Goldman Sachs juga
menadapat $2,2 milyar pertahun dengan rekan bisnis berjumlah 161 orang. Dengan
melihat hal ini terlihat bahwa perusahaan besar dunia adalah pemegang terbesar
uang yang beredar saat ini bahkan kekayaanya melebihi Negara. Bank Dunia yang
bercita untuk memberantas kemiskinan dan meratakan pembangunan dengan cara
“pembangunan global”, hal ini benar adanya untuk para kapitalis dan penderitaan
bagi masyarakat miskin.
Di
Indonesia setali tiga uang dengan keadaan Negara jajahan kapitalis global,
semenjak Indonesia mencemplungkan diri ke ranah globalisasi hingga saat ini
tidaklah juga terlihat tanda-tanda kemajuan untuk kesejahteraan rakyat. Hal yang terjadi bahkan sebaliknya,
ketimpangan, penghisapan, dan eksploitasi di Indonesia semakin menjadi dan
rakyat lah yang terkena dampak utamanya. Buruh di Indonesia terus di
eksploitasi darah dan tenaganya tanpa adanya kelayakan upah untuk menunjang
kehidupannya.
Teori Nilai Lebih
Teori nilai lebih merupakan teori yang dikeluarkan oleh Marx sebagai
tanggapan dari makin buasnya sistem kapitalisme dalam melakukan ketidakadilan.
Pada teori ini Marx berangkat dari sesuatu yang disebut komoditi. Marx
menemukan inti ketidakadilan dalam masyarakat kapitalistik selain dari monopoli
alat produksi adalah tentang komoditas khususnya proses produksinya.
Dalam kekuasaan kapitalisme
menimbulkan dua kelas besar yang saling bertentangan yaitu kelas borjuasi
(pemodal) sebagai kelas penindas dan kelas proletariat sebagai kelas yang
tertindas yang pada masyarakat kapitalistik kontrdiksinya tidak pernah
terdamaikan. Teori nilai lebih menjelaskan masalah yang rumit dan berat dalam
ekonomi, yakni sumber profit. Dalam proses produksi sistem kapitalisme sangat
mengacu dengan efisisensi dan bertujuan untuk akumulasi modalnya. Modal bukan
susunan peralatan dalam produksi. Buruh bahkan kini tergabung dalam mesin.
Dalam proses produksi dimana para
pekerja melakukan kerja-kerja produksi yang akhirnya menghasilkan sesuatu
dimana hasil tersebut kemudian menjadi sepenuhnya milik kapitalis yang akan
menjualnya ke pasar demi mengakumulasikan modalnya. Keuntungan yang diterima
dari penjualan komoditas itu sepenuhnya menjadi milik para kapitalis, hal ini
sangat berkontradiksi dengan hakekat kerja dari manusia dimana seharusnya dalam
melakukan sebuah pekerjaan yang didasarkan oleh kesukaan dan kemudian
menghasilkan sesuatu maka hasil tersebut sudah pasti dapat digunakan oleh siapa
yang membuatnya. Hal inilah yang dinamakan nilai lebih, nilai atau keuntungan
yang didapatkan oleh para kapitalis yang tidak melakukan kerja-kerja produksi
dan hanya melakukan penghisapan kepada para buruh/pekerja dikarenakan struktur
yang terbangun dalam masyarakat kapitalistik.
Menurut Marx bahwa seluruh modal
yang terkumpul dalam tangan kapitalis seratus persen merupakan barang curian
yang sebetulnya milik para buruh. Marx mengajarkan mengenai suatu teori tentang
nilai-lebih. Teori ini menjelaskan
mengenai ketidak stabilan dalam sistem Kapitalis. Dalam teori ini termat muatan-muatan tentang
nilai pekerjaan, nilai ketenagakerjaan, nilai lebih dan nilai tentang laba.
Nilai pekerjaan adalah sebuah nilai dimana kita bisa memanfakan suatu
alat untuk mengoptimalkan kinerja seseorang.
Dimana, barang
yang digunakan dalam membantu kinerja diukur dari kegunaannya untuk memenuhi
kebutuhan tertentu. Yang Marx menyebutnya sebagai Nilai Pakai. Jadi nilai pakai merupakan manfaat barang
untuk memenuhi seluruh kebutuhan dalam masyarakat.nilai pakai tergantung dari
jenis barang dan dari kebutuhan dalam masyarakat.
Nilai tenaga kerja adalah suatu nilai yang
menjelaskan mengenai kehidupan buruh terkait dengan upah yang diterima, apakah
sesuai dengan apa yang dia kerjakan dan apakah upah tersebut bisa memenuhi
kebutuhan sehari-hari.
Teori tentang nilai-lebih. Jika dalam teori nilai kerja kita membahas
mengenai upah yang diterima. Maka sama
halnya dengan teori nilai lebih Cuma bedanya adalah dalam teori ini menekankan
jumlah dari sipekerja. Jika sepul
pekerja dibayar dengan upah Rp.10000 per orang.
Maka jika jumlah pekerja bertambah ini akan menyebabkan harja tawar
pekerja menurun yang akhirnya menyebabkan upah kerja menjadi turun. Sebaliknya jika jumlah pekerja
berkurang. Maka, upah pekerja akan bertambah.
Teori tentang laba. Dalam pemikiran Marx teori nilai lebih
merupakan sumberlaba dari kaum Kapitalis.
Sumber keuntungan dari kaum kapitalis adalah tenaga kerja. Sebelum masa
munculnya sistem Kapitalisem, masyarakat dalam melakukan transaksi melalui
tukar-menukar barang. Contoh sepuluh
butir telur ditukar dengan dua ekor ikan (B1-B2). Kemudian bentuk transaksinya berkambang
masyarakat mulai mengenal uang sebagai alat tukar. (B1-U-B2). Untuk mendapatkan
ikan seseorang harus menukar telurnya dengan uang baru bisa mendapatkan
ikan. Mulai memasuki massa kapitalis,
masyarakat mulai mencari keuntungan dengan cara membeli barang (K) bukan untuk
dikonsumsi tetapi untuk dijual kembali dengan harapan memperoleh keuntungan.
Dengan modal yang kecil (M1) dan memperoleh hasil yang besar (M2) Marx
merumuskan ( M1-K-M2). Perkembangan kaum
kapitalis sangat pesat dalam hal memperoleh keuntungan. Mereka mulai memikirkan bagai mana cara
memperoleh untung yang lebih besar. Jika sebuah Pabrik mempunyai sebuah gedung
untuk sarana produksi, mesin, peralatan.
Sarana ini memerlukan biaya perawatan yang biasa disebut biaya
amortisasi (BK1) dan bahan baku (BK2) serta biaya untuk tenega kerja (BV). Jika
Pabrik ini ingin memperoleh keuntungan maka modal awal harus lebih kecil dari
pada modal akhir (M1-K(=BK1-BK2-BV)-M2).
Dalam hal ini yang paling memberikan keuntungan adalah BV karena hanya
tenaga kerjalah yang bisa mengoprasikan mesin-mesin produksi. Kalau sekali dibeli dia akan menghasilkan
nilai tambah, nilai yang melebihi dari biaya yang lain (BK1-BK2). Marx menyimpulkan bahwa Sumber keuntungan
dari kaum kapitalis adalah tenaga kerja.
WTO Sebagai Alat Eksploitasi
WTO adalah sebuah institusi baru
yang diciptakan dari GATT (General Agreement on Tariffs and Trade), yang resmi
berdiri pada tahun 1994. WTO merupakan puncak dari impian kaum kapitalis untuk
mendapatkan mandate organisasi yang jelas yang akan mengatur perekonomian
dunia. Meskipun nampak dari luar WTO merupakan organisasi yang demokratis
karena setiap anggotanya (negara) berkedudukan sama. Namun WTO pada dasarnya
tidak demokratis dan mencerminkan pemaksaan kehendak dalam agenda-agenda
ekonomi negara industri maju kepada negara lainnya.
Sebagai puncak dari ekspansi dan
ideology pasar bebas, WTO merupakan gambaran paling jelas dan paling terang
dari maksud-maksud jahat kapitalisme. Dalam kontrak perjanjian dengan WTO
negara-negara yang tergabung didalamnya memiliki perjanjian seumur hidup. Pada
masa sekarang dimana kapitalisme sudah mengglobal ternyata tidak cukup untuk
memuaskan mereka, maka kapitalisme global akhirnya membuat alat baru untuk semakin melegalkan
dan melanggengkan kekuasaan kapitalisme di seluruh dunia.
WTO yang merupakan lembaga yang
mengatur segala macam perdagangan dunia. Dimana perdagangan yang dimaksud
adalah perdagangan yang berbasis pasar bebas diaman siapapun, baik individual
ataupun kelompok dapat melakuakn perdagangan sesuai dengan peraturan WTO.
Dibalik peraturan perdagangan ini terdapat apa yang dinamakan dengan kompetisi.
Logika persaingan dan kompetisi yang
ada didalam tubuh WTO sebenarnya hanya akan menguntungkan lagi-lagi kepada negara kapitalis. Kompetisi
sehat yang digadang-gadang oleh para kapitalis hanyalah ilusi karena negara
berkembang tidak akan mampu melakukan persaingan dengan negara maju, karena
negara berkembang hanya dijadikan objek dari agenda-agenda besar dunia.
Bentuk nyata dari kebusukan WTO
adalah dengan meliberalkan sektor-sektor negara dan pada akhirnya melakukan
privatisasi sektor negara. Hal ini dilakukan agar para negara kapitalis dapat
melakukan intervensi lebih mudah dan dapat menanamkan modal untuk mendapat
keuntungan. Contohnya adalah ketika Indonesia sepakat atas perjanjian dengan
WTO dan mulai dari 1995 hingga saat ini kebijakan ekonomi yang dikeluarkan
terus menerus berpihak pada asing. Segala macam sektor seperti kesehatan dan
pendidikan juga menjadi korban sehingga perlahan kedua sektor tersebut menjadi
swasta.
Tidak sesederhan yang terlihat pada kulit luarnya saja seperti,
swastanisasi sektor-sektor publik, membuka keran perdagangan bebas dengan
segala macam penanaman modal asingnya. Dampak yang lebih menyedihkan bukan
terhadap negara dalam hal institusi namun kepada seluruh rakyat dunia yang
dalam proses perekonomian tidak memiliki alat produksi atau hanya memiliki
tenaga yang hanya dapat dijual untuk mendapatkan upah. Merekalah sebenarnya
yang merasakan dampak terbesar dari adanya WTO karena dari WTO yang
mempengaruhi kebijakan tiap-tiap negara anggotanya lalu lahirlah liberalisasi
sektor publik yang menimbulakan efek privatisasi dan akhirnya komersialisasi
segala macam sektor sehingga banyak rakyat dunia yang menjadi miskin, menjadi
pengangguran, putus sekolah, petani kehilangan lahan, bururh terus
dieksploitasi tenaganya. Efek ini terutama dirasakan oleh rakyat yang berada di
negara berkembang yang sejalan dengan apa yang dikatakan oleh teori
dependensia. Secara kontekstual Indonesia juga merupakan korban dari kekuatan
dan kejahatan globalisasi.
zaman jahiliyah baru....
ReplyDeletehanya kiamat yg bs menghancurkannya
cara awal melawan kapitalis adl berdikari dan jgn konsumtif, pakailah produk2 bangsa sendiri, belanjapun belilah Di warung milik pribumi....
minimalkan konsumsi brg2 produk luarnegri
perkuat iman dan taqwa....
terimakasih kawanku telah berkomentar disini. namun yang menjadi catatan adalah sesungguhnya kapitalisme bukanlah barang2 luar negeri, bukan pula permasalahan hidup konsumtif, apa lagi masalah iman dan taqwa. tapi kapitalisme adalah rangkaian sistem yang menjerat masyarakat dengan berlandas pada hak kepemilikan pribadi terhadap ALAT PRODUKSI. jadi biarpun kita tidak konsumtif, membeli di warung2 rakyat sendiri, dan memiliki iman dan taqwa setebal lapisan langit, kapitalisme tidak akan pernah hancur, ia akan hancur jika ALAT PRODUKSI direbut dan digunakan melalui sistem yang lebih adil dan merata.
ReplyDelete