Monday 15 April 2013

Sebuah Catatan Singkat Tentang Eksploitasi




oleh : Symphati Dimas R
”Keuntungan dunia baru kini, pemimpin industri besar, katanya memiliki visi dan misi mulia, tapi kejam kepada ku, mereka menjanjikan dunia dimana setiap orang menjadi kaya, pintar dan muda, namun seandainya pun aku hidup untuk merasakannya, bagiku itu sudah terlambat”.

            Globalisasi saat ini sudah merupakan agama baru yang terus dipuja dan disembah oleh para pengusaha atau kelas kapitalis. Globalisasi merupakan suatu tahapan dimana seluruh tatanan dunia sudah seakan tidak memiliki batas kenegaraan yang mampu menjaga kehidupan masyarakatnya karena sudah tertembus peluru pasar global.  Perdagangan bebas dan peralihan dari masyarakat tradisionalah untuk memperbaharui peradaban merupakan rangkaian dari perjalanan globalisasi dalam menjamah dunia saat ini.
            Keberadaan globalisasi tidak lagi hanya terfokus pada Negara-negara maju saja, namun monster ini sudah menjamah ke hampir seluruh permukaan bumi, terutama Negara-negara miskin dan berkembang untuk dapat di eksploitasi baik sumber daya alam maupun manusianya.  Hal ini tentu saja dilakukan atas nama globalisasi dan pembangunan yang katanya menuju kearah yang lebih baik. Negara saat ini hanya menjadi tunggangan dan alat legitimasi dari perusahaan multi nasional dan trans nasional untuk melakukan penanaman modal, pembukaan pabrik, hingga penggunaan sumber daya alam di Negara lain.
            Dunia saat ini telah memasuki era penjajahan gaya baru. Penjajahan ini baru karena pelakunya bukanlah Negara menindas Negara, namun yang terjadi saat ini adalah adanya penindasan dan penjajahan yang dilakukan oleh perusahaan multi dan trans nasional kepada Negara miskin dan berkembang. Penjajahan ini tentu masih memerlukan bantuan dari Negara utama sebagai alat legitimasi gerakan penjajahan ini. Penjajahan dilakukan hanya semata pada satu tujuan yaitu keuntungan. Karena dalam Negara miskin dan berkembang masih cukup banyak kekayaan alam untuk industry dasar dan yang terpenting disana tersedia tenaga kerja manusia (buruh) yang relaitif lebih murah.
            Dalam film Rule of The World terlihat jelas permasalahan yang dibuat oleh system kapitalisme dengan globalisasinya yang mencengkram dunia saat ini. Kekuatan globalisasi menjadi hegemoni baru yang masif. Negara-negara berkembang dan miskin di dunia adalah objek penderita dari system ini. Negara-negara tersebut yang awalnya percaya dengan doktrin globalisasi akan memakmurkan Negara. Namun kenyataanya jauh dari harapan mereka. Ternyata kekuatan kapitalisme global hanya memanfaatkan kekayaan sumber daya alam dan manusia. Yang terjadi adalah sebaliknya, yang miskin semakin miskin dan yang kaya melayang meninggi. Pola ketimpangan kesejahteraan semakin meninggi, kekayaan para borjuasi semakin besar dan di dunia lain diluar sana banyak kelas pekerja yang hidup melarat. Hal ini dapat terlihat dari contoh yang cukup menakjubkan di Negara Tanzania dan perusahaan Goldman Sachs, terdapat kesamaan disana. Tanzania memiliki pendapatan nasional sebesar $2,2 miliyar dengan jumlah penduduk 25 juta orang sedangkan untuk Goldman Sachs juga menadapat $2,2 milyar pertahun dengan rekan bisnis berjumlah 161 orang. Dengan melihat hal ini terlihat bahwa perusahaan besar dunia adalah pemegang terbesar uang yang beredar saat ini bahkan kekayaanya melebihi Negara. Bank Dunia yang bercita untuk memberantas kemiskinan dan meratakan pembangunan dengan cara “pembangunan global”, hal ini benar adanya untuk para kapitalis dan penderitaan bagi masyarakat miskin.
            Di Indonesia setali tiga uang dengan keadaan Negara jajahan kapitalis global, semenjak Indonesia mencemplungkan diri ke ranah globalisasi hingga saat ini tidaklah juga terlihat tanda-tanda kemajuan untuk kesejahteraan rakyat.  Hal yang terjadi bahkan sebaliknya, ketimpangan, penghisapan, dan eksploitasi di Indonesia semakin menjadi dan rakyat lah yang terkena dampak utamanya. Buruh di Indonesia terus di eksploitasi darah dan tenaganya tanpa adanya kelayakan upah untuk menunjang kehidupannya.
            Teori Nilai Lebih
            Teori nilai lebih merupakan teori yang dikeluarkan oleh Marx sebagai tanggapan dari makin buasnya sistem kapitalisme dalam melakukan ketidakadilan. Pada teori ini Marx berangkat dari sesuatu yang disebut komoditi. Marx menemukan inti ketidakadilan dalam masyarakat kapitalistik selain dari monopoli alat produksi adalah tentang komoditas khususnya proses produksinya.
            Dalam kekuasaan kapitalisme menimbulkan dua kelas besar yang saling bertentangan yaitu kelas borjuasi (pemodal) sebagai kelas penindas dan kelas proletariat sebagai kelas yang tertindas yang pada masyarakat kapitalistik kontrdiksinya tidak pernah terdamaikan. Teori nilai lebih menjelaskan masalah yang rumit dan berat dalam ekonomi, yakni sumber profit. Dalam proses produksi sistem kapitalisme sangat mengacu dengan efisisensi dan bertujuan untuk akumulasi modalnya. Modal bukan susunan peralatan dalam produksi. Buruh bahkan kini tergabung dalam mesin.
            Dalam proses produksi dimana para pekerja melakukan kerja-kerja produksi yang akhirnya menghasilkan sesuatu dimana hasil tersebut kemudian menjadi sepenuhnya milik kapitalis yang akan menjualnya ke pasar demi mengakumulasikan modalnya. Keuntungan yang diterima dari penjualan komoditas itu sepenuhnya menjadi milik para kapitalis, hal ini sangat berkontradiksi dengan hakekat kerja dari manusia dimana seharusnya dalam melakukan sebuah pekerjaan yang didasarkan oleh kesukaan dan kemudian menghasilkan sesuatu maka hasil tersebut sudah pasti dapat digunakan oleh siapa yang membuatnya. Hal inilah yang dinamakan nilai lebih, nilai atau keuntungan yang didapatkan oleh para kapitalis yang tidak melakukan kerja-kerja produksi dan hanya melakukan penghisapan kepada para buruh/pekerja dikarenakan struktur yang terbangun dalam masyarakat kapitalistik.
Menurut Marx bahwa seluruh  modal yang terkumpul dalam tangan kapitalis seratus persen merupakan barang curian yang sebetulnya milik para buruh. Marx mengajarkan mengenai suatu teori tentang nilai-lebih.  Teori ini menjelaskan mengenai ketidak stabilan dalam sistem Kapitalis.  Dalam teori ini termat muatan-muatan tentang nilai pekerjaan, nilai ketenagakerjaan, nilai lebih dan nilai tentang laba.
Nilai pekerjaan adalah sebuah nilai dimana kita bisa memanfakan suatu alat untuk mengoptimalkan kinerja seseorang.  Dimana, barang yang digunakan dalam membantu kinerja diukur dari kegunaannya untuk memenuhi kebutuhan tertentu. Yang Marx menyebutnya sebagai Nilai Pakai.  Jadi nilai pakai merupakan manfaat barang untuk memenuhi seluruh kebutuhan dalam masyarakat.nilai pakai tergantung dari jenis barang dan dari kebutuhan dalam masyarakat.
Nilai tenaga kerja adalah suatu nilai yang menjelaskan mengenai kehidupan buruh terkait dengan upah yang diterima, apakah sesuai dengan apa yang dia kerjakan dan apakah upah tersebut bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Teori tentang nilai-lebih.  Jika dalam teori nilai kerja kita membahas mengenai upah yang diterima.  Maka sama halnya dengan teori nilai lebih Cuma bedanya adalah dalam teori ini menekankan jumlah dari sipekerja.  Jika sepul pekerja dibayar dengan upah Rp.10000 per orang.  Maka jika jumlah pekerja bertambah ini akan menyebabkan harja tawar pekerja menurun yang akhirnya menyebabkan upah kerja menjadi turun.  Sebaliknya jika jumlah pekerja berkurang.  Maka, upah pekerja akan bertambah.
Teori tentang laba.  Dalam pemikiran Marx teori nilai lebih merupakan sumberlaba dari kaum Kapitalis.  Sumber keuntungan dari kaum kapitalis adalah tenaga kerja. Sebelum masa munculnya sistem Kapitalisem, masyarakat dalam melakukan transaksi melalui tukar-menukar barang.  Contoh sepuluh butir telur ditukar dengan dua ekor ikan (B1-B2).  Kemudian bentuk transaksinya berkambang masyarakat mulai mengenal uang sebagai alat tukar. (B1-U-B2). Untuk mendapatkan ikan seseorang harus menukar telurnya dengan uang baru bisa mendapatkan ikan.  Mulai memasuki massa kapitalis, masyarakat mulai mencari keuntungan dengan cara membeli barang (K) bukan untuk dikonsumsi tetapi untuk dijual kembali dengan harapan memperoleh keuntungan. Dengan modal yang kecil (M1) dan memperoleh hasil yang besar (M2) Marx merumuskan ( M1-K-M2).  Perkembangan kaum kapitalis sangat pesat dalam hal memperoleh keuntungan.  Mereka mulai memikirkan bagai mana cara memperoleh untung yang lebih besar. Jika sebuah Pabrik mempunyai sebuah gedung untuk sarana produksi, mesin, peralatan.  Sarana ini memerlukan biaya perawatan yang biasa disebut biaya amortisasi (BK1) dan bahan baku (BK2) serta biaya untuk tenega kerja (BV). Jika Pabrik ini ingin memperoleh keuntungan maka modal awal harus lebih kecil dari pada modal akhir (M1-K(=BK1-BK2-BV)-M2).  Dalam hal ini yang paling memberikan keuntungan adalah BV karena hanya tenaga kerjalah yang bisa mengoprasikan mesin-mesin produksi.  Kalau sekali dibeli dia akan menghasilkan nilai tambah, nilai yang melebihi dari biaya yang lain (BK1-BK2).  Marx menyimpulkan bahwa Sumber keuntungan dari kaum kapitalis adalah tenaga kerja.
WTO Sebagai Alat Eksploitasi
            WTO adalah sebuah institusi baru yang diciptakan dari GATT (General Agreement on Tariffs and Trade), yang resmi berdiri pada tahun 1994. WTO merupakan puncak dari impian kaum kapitalis untuk mendapatkan mandate organisasi yang jelas yang akan mengatur perekonomian dunia. Meskipun nampak dari luar WTO merupakan organisasi yang demokratis karena setiap anggotanya (negara) berkedudukan sama. Namun WTO pada dasarnya tidak demokratis dan mencerminkan pemaksaan kehendak dalam agenda-agenda ekonomi negara industri maju kepada negara lainnya.
            Sebagai puncak dari ekspansi dan ideology pasar bebas, WTO merupakan gambaran paling jelas dan paling terang dari maksud-maksud jahat kapitalisme. Dalam kontrak perjanjian dengan WTO negara-negara yang tergabung didalamnya memiliki perjanjian seumur hidup. Pada masa sekarang dimana kapitalisme sudah mengglobal ternyata tidak cukup untuk memuaskan mereka, maka kapitalisme global akhirnya  membuat alat baru untuk semakin melegalkan dan melanggengkan kekuasaan kapitalisme di seluruh dunia.
            WTO yang merupakan lembaga yang mengatur segala macam perdagangan dunia. Dimana perdagangan yang dimaksud adalah perdagangan yang berbasis pasar bebas diaman siapapun, baik individual ataupun kelompok dapat melakuakn perdagangan sesuai dengan peraturan WTO. Dibalik peraturan perdagangan ini terdapat apa yang dinamakan dengan kompetisi.
            Logika persaingan dan kompetisi yang ada didalam tubuh WTO sebenarnya hanya akan menguntungkan  lagi-lagi kepada negara kapitalis. Kompetisi sehat yang digadang-gadang oleh para kapitalis hanyalah ilusi karena negara berkembang tidak akan mampu melakukan persaingan dengan negara maju, karena negara berkembang hanya dijadikan objek dari agenda-agenda besar dunia.
            Bentuk nyata dari kebusukan WTO adalah dengan meliberalkan sektor-sektor negara dan pada akhirnya melakukan privatisasi sektor negara. Hal ini dilakukan agar para negara kapitalis dapat melakukan intervensi lebih mudah dan dapat menanamkan modal untuk mendapat keuntungan. Contohnya adalah ketika Indonesia sepakat atas perjanjian dengan WTO dan mulai dari 1995 hingga saat ini kebijakan ekonomi yang dikeluarkan terus menerus berpihak pada asing. Segala macam sektor seperti kesehatan dan pendidikan juga menjadi korban sehingga perlahan kedua sektor tersebut menjadi swasta.      
Tidak sesederhan yang terlihat pada kulit luarnya saja seperti, swastanisasi sektor-sektor publik, membuka keran perdagangan bebas dengan segala macam penanaman modal asingnya. Dampak yang lebih menyedihkan bukan terhadap negara dalam hal institusi namun kepada seluruh rakyat dunia yang dalam proses perekonomian tidak memiliki alat produksi atau hanya memiliki tenaga yang hanya dapat dijual untuk mendapatkan upah. Merekalah sebenarnya yang merasakan dampak terbesar dari adanya WTO karena dari WTO yang mempengaruhi kebijakan tiap-tiap negara anggotanya lalu lahirlah liberalisasi sektor publik yang menimbulakan efek privatisasi dan akhirnya komersialisasi segala macam sektor sehingga banyak rakyat dunia yang menjadi miskin, menjadi pengangguran, putus sekolah, petani kehilangan lahan, bururh terus dieksploitasi tenaganya. Efek ini terutama dirasakan oleh rakyat yang berada di negara berkembang yang sejalan dengan apa yang dikatakan oleh teori dependensia. Secara kontekstual Indonesia juga merupakan korban dari kekuatan dan kejahatan globalisasi.

2 comments:

  1. zaman jahiliyah baru....
    hanya kiamat yg bs menghancurkannya
    cara awal melawan kapitalis adl berdikari dan jgn konsumtif, pakailah produk2 bangsa sendiri, belanjapun belilah Di warung milik pribumi....
    minimalkan konsumsi brg2 produk luarnegri
    perkuat iman dan taqwa....

    ReplyDelete
  2. terimakasih kawanku telah berkomentar disini. namun yang menjadi catatan adalah sesungguhnya kapitalisme bukanlah barang2 luar negeri, bukan pula permasalahan hidup konsumtif, apa lagi masalah iman dan taqwa. tapi kapitalisme adalah rangkaian sistem yang menjerat masyarakat dengan berlandas pada hak kepemilikan pribadi terhadap ALAT PRODUKSI. jadi biarpun kita tidak konsumtif, membeli di warung2 rakyat sendiri, dan memiliki iman dan taqwa setebal lapisan langit, kapitalisme tidak akan pernah hancur, ia akan hancur jika ALAT PRODUKSI direbut dan digunakan melalui sistem yang lebih adil dan merata.

    ReplyDelete